Seruan pembubaran Densus 88 pernah dilakukan Forum Umat Islam (FUI) sekitar bulan Juni tahun 2010 lalu setelah kasus penembakan Mr.X di Cawang. FUI telah bergerak melaporkan pelangaran Densus 88 ke Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR, Komnas HAM.
Demikian dikatakan Sekjen FUI, Ustadz Muhammad Al Khaththath pada kajian Majelis Ilmu Ar Rayan bertema “Menguak Fakta-Fakta Keji Densus 88” terkait upaya pembubaran Densus 88.
“ Bahkan, gugatan class action ke PN Jaksel, namun tidak ada tanggapan serius. Dalam surat terbuka kepada Komisi III Sekjen FUI menyebut bahwa kasus terorisme sarat rekayasa” Kata Ustadz Khaththath.
Ia pun berharap upaya MUI untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 dapat direspons positif.
“Mudah-mudahan seruan pak Din dengan baju MUI dan ormas Islam kali ini ditangapi serius,” ujar Ustadz Khaththath.
Apalagi, kata Ustadz Khaththath, akhir-akhir ini Densus memang tampak lebih ngawur seperti kasus pelanggaran Densus yang menghilangkan nyawa pedagang kue di Makasar dan Dompu atas nama pemberantasan terorisme maupun penangkapan aktifis Masjid Baitul Karim Tanah Abang saat membagikan daging korban pada Idul Adha lalu.
“Alhamdulillah, atas kerja sama FUI, TPM, media massa Islam, dan MUI aktifis masjid tersebut dibebaskan dan jenazah tukang kue dipulangkan ke kampung halaman,” tuturnya.
Namun, untuk memaksimalkan seruan pembubaran Densus itu perlu dilakukan langkah-langkah terpadu diantaranya pertama, ekspose laporan Investigasi Komnas HAM.
“Perlu ada gerakan masif menuntut Komnas HAM membuka sidang Pleno untuk membahas secara terbuka hasil laporan investigasi periode lalu terhadap pelanggaran HAM oleh Densus 88,” jelasnya.
Kedua, Silaturahim Ulama dan pimpinan ormas Islam kepada Kapolri. Dengan konsolidasi ulama dan para tokoh umat, dan pegiat HAM Islam, serta pengacara muslim insya allah ini kanmenjadi tekanan publik yang kuat bagi Kapolri agar mengevaluasi kinerja Densus 88 dan perlunya pembentukan Tim Investigasi gabungan Propam Polri, Ulama, dan Tim Komnas HAM untuk mengusut seluruh pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88.
“Dalam hal ini, para ulama perlu melakukan mediasi bahwa solusi pembayaran ganti rugi (diyat) sesuai ketentuan syari’at Islam sebagai alternatif pelaksanan hukum qishash maupun pengadilan HAM,”papar Ustadz Khaththath.
Ketiga, adalah delegasi ke Komisi III DPR RI. Ini dilakukan bilamana langkah sebelumnya tidak ditindaklanjuti oleh Kapolri, maka para ulama, dan pimpinan orams Islam perlu mengambil langkah ketiga dengan menemui Komisi II untuk menunut Kapolri segera mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM oleh Densus 88 dan selanjutnya membubarkan Detasemen tersebut karena dirasa tidak perlu.
“ Dalam hal ini para ulama perlu meminta keseriusan Komisi II DPR menangani pelanggaran HAM oleh Densus 88. Sebab, sejak permintaan kepada Komisi III untuk menangani kasus pelanggaran HAM penembakan Cawang hingga hari ni, Densus sudah sangat banyak memakan korban.” Jelasnya.
Selanjutnya, langkah keempat yakni perlu mengingatkan MUI yang hendak menguji materiil UU no.15 tahun 2003 tentang terorisme di MK. FUI ketika beraudiensi ke MUI pernah diungkapkan bahwa MUI akan melakukan uji materiil. “Ini perlu diingatkan oleh para ulama dan pimpinan ormsa Islam agar bisa segera diwujudkan. Sebab langkah Densus yang disebutkan Boy Rafli adalah melindungi masyarakat nyatanya justru meneror masyarakat,” lontar Ustadz Khaththath.
Selain itu, langkah terakhir atau kelima yaitu mengelar aksi massa besar-besaran menuntut pembubaran Densus 88. hal ini diperlukan untuk mengawal keempat langkah sebelumnya.
“Dan bila juga belum jelas tanda-tanda pembubaran Densus 88, maka seluruh komponen umat perlu turun ke jalan emnunutut Kapolri sgera membubarkan Densus 88 dan mengusut tuntas pelangaran HAM Densus88,”cetus Ustadz Khaththath
Ustadz Al Khaththath juga meminta masyarakat untuk mendorong Kapolri legowo seperti pimpinan TNI AD yang mengakui kesalahan anak buahnya dalam kasus penyerangan LP Cebongan. Serta menuntut Kapolri agar bisa diterapkan Hukum qishos kepada mereka yang seenaknya menyiksa dan membunuh rakyat.
“Atau alternatifnya adalah memberikan ganti rugi atau diyat kepadapara korban dan kepada keluarga korban. (qathrunnada/an-najah.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar